Data terbaru dari Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) telah mengungkapkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia hanya sebesar 0,001 persen, atau satu dari 1.000 orang yang gemar membaca. Data ini menjadi sorotan dan menimbulkan tudingan bahwa Indonesia mengalami masalah "darurat literasi" atau literasi yang rendah. Namun, Badan Pengembangan dan Pembinsaan Bahasa (Badan Bahasa) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) angkat bicara untuk menepis tudingan tersebut. Kepala Badan Bahasa Kemendikbudristek, Prof. Aminudin Aziz, menjelaskan bahwa meskipun ada masalah literasi, situasinya tidak semudah yang digambarkan dalam data UNESCO tersebut. "Darurat literasi memang, tapi sebenarnya tidak sedarurat itu. Sebetulnya tidak semuanya, karena kita punya anak sekolah di jenjang yang berbeda dan situasi yang berbeda," kata Prof. Aminudin Aziz saat ditemui dalam Diskusi Kelompok Terumpun (DKT) tentang Budaya Literasi di Jakarta pada Sabtu, 30 September 2023.
Terhadap data dari UNESCO, Prof. Aminudin Aziz menyatakan bahwa data tersebut perlu dikritisi, namun ia juga menegaskan bahwa data tersebut dapat menjadi pelajaran berharga untuk terus meningkatkan kualitas literasi masyarakat Indonesia. Menurutnya, peningkatan literasi memerlukan perbaikan infrastruktur, sekolah, buku, dan Sumber Daya Manusia (SDM). "Apa yang bisa dipelajari? Memperbaiki infrastruktur, sekolah, buku, dan Sumber Daya Manusia (SDM). Ini tentu saling terkait, tidak bisa kita hanya sediakan perpustakaan kalau tidak ada buku yang menarik," ujarnya.
Kembangkan Buku-buku Menarik Sesuai dengan Usia
Dalam upaya meningkatkan minat baca, Badan Bahasa Kemendikbudristek bekerja sama dengan para ahli dan anak-anak secara langsung untuk mengembangkan buku-buku yang menarik dan sesuai dengan usia dan tahapan membaca. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa buku-buku tersebut lebih relevan dengan minat dan pemahaman anak-anak. Aminudin Aziz juga menjelaskan bahwa pemilihan anak sebagai sasaran awal pengembangan buku bacaan bertujuan untuk mengubah minat membaca menjadi kebiasaan sejak dini, sehingga dapat berlanjut hingga dewasa. Selain itu, Kemendikbudristek juga telah mengadakan pelatihan di tingkat nasional dan regional untuk meningkatkan minat baca di berbagai daerah. Pelatihan tersebut melibatkan berbagai pihak, termasuk ahli, pegiat literasi, Kepala Sekolah, guru, dan mahasiswa yang mengikuti program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).
Dalam kerangka meningkatkan akses masyarakat terhadap bahan bacaan, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI, Dr. Adin Bondar, menyatakan bahwa pihaknya telah mengembangkan perpustakaan digital dengan 12 juta koleksi yang dapat diakses oleh masyarakat. Selain itu, mereka juga memperkuat akses masyarakat ke ilmu pengetahuan dengan menghadirkan pojok baca dan perpustakaan keliling di desa-desa. Upaya-upaya ini diharapkan dapat membantu meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia dan mengatasi masalah literasi yang dihadapi negara ini. Semua pihak, mulai dari pemerintah hingga masyarakat umum, diharapkan dapat berperan aktif dalam mendukung upaya-upaya ini agar literasi di Indonesia dapat meningkat secara signifikan.